Top Ad unit 728 × 90


Breaking News

recent

Teman Ahok dan "Teman Ahok"

Oleh: Wisnu Nugroho*

Tebar Suara | Jarang melihat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tampil di televisi dalam posisi duduk. Apalagi, saat duduk memberi keterangan, Ahok dikelilingi “orang-orang asing” berseragam yang tidak terlihat mukanya.

Hal yang lebih sering atau biasa kita jumpai di televisi adalah Ahok yang berdiri. Kadang, Ahok berdiri sendiri terutama saat memberi instruksi. Karena itu, mendapati Ahok tampil di televisi dengan kebiasaan yang seperti diingkari ini memunculkan pertanyaan.

Ada apa gerangan?

Hal jarang terkait Ahok itu muncul di televisi, Sabtu (26/3/2016) lalu. Di tengah long weekend yang dirayakan warga perkotaan dengan meninggalkan kotanya itu, Ahok mendatangai Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) di Jakarta.

Mengenakan jaket putih bertuliskan Hanura di dada kiri yang diberikan sebelum acara, Ahok memberi keterangan. Keterangan disampaikan setelah didapat kepastian dukungan Partai Hanura untuk Ahok maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta di Pemilihan Gubernur tahun 2017.

Sebelum memberi keterangan, Ahok bertemu dengan Wiranto, Ketua Umum Partai Hanura. Wiranto, mantan Panglima TNI yang pernah menjadi calon presiden tahun 2004 dan calon wakil presiden tahun 2009 ini hadir pada rapat pimpinan Hanura DKI Jakarta pada 24 Maret 2016.

Di rapat yang dihadiri Wiranto itu, diputuskan dukungan Hanura yang memiliki 10 suara di DPRD Jakarta kepada Ahok yang kemudian dibacakan, Sabtu lalu. Usai pembacaan dukungan itu, lewat keterangan yang disiarkan sejumlah televisi, Ahok tampil berbeda.

Selain soal jaket yang di dada kirinya tertera gambar partai politik, hal bebeda dari Ahok adalah nada suaranya. Saat duduk memberi keterangan, Ahok jauh dari meledak-ledak dan kesan galak. Amat jarang mendapati Ahok seperti ini kecuali di hadapan Najwa Shihab.

Kesan yang singgah di benak banyak orang tentang Ahok yang galak dan arogan tidak tertemukan. Ahok yang kita jumpai dalam balutan jaket partai politik adalah Ahok yang sopan.

Mengenai kesan tidak sopan yang singgah di benak banyak orang, diungkap Ahok dalam keterangan itu. Menurut Ahok, kesan tidak sopan seperti galak itu cuma ada di televisi. Selebihnya, Ahok yang bangga pernah menjadi anggota DPR-RI ini mengaku baik-baik saja alias tidak galak apalagi arogan.

Bakal calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama ketika memberikan keterangan kepada wartawan bersama Ketua DPD Hanura DKI Jakarta Mohamad "Ongen" Sangaji (kanan Basuki). Partai Hanura mendeklarasikan dukungannya kepada Basuki pada Pilkada DKI 2017, di Kantor DPP Hanura, Jakarta Pusat, Sabtu (26/3/2016).

Lentur dan liat

Terkait hal yang cuma ada di televisi itu, saya teringat debat panas di televisi antara dua pengurus partai politik yang berseberangan untuk sebuah kebijakan. Usai debat yang menarik urat leher dan disiarkan langsung di televisi, dua pengurus partai politik itu bersalaman.
Sambil bersalaman, salah satu politisi itu bertanya tentang aktingnya baru saja. Politisi satu lagi mengacungkan jempol dan bertanya hal serupa. Keduanya lantas tersenyum. Melegakan bagi saya yang menyaksikan.

Kelegaan yang awalnya saya lihat sebagai sebuah keajaiban ini menjadi bekal bagi saya untuk tetap rileks ketika melihat polah partai politik dan para pendukungnya. Politik lantas saya pahami sebagai sesuatu yang lentur dan liat.

Dalam kelenturan dan keliatan ini, mendapati mengalirnya dukungan partai politik kepada Ahok adalah hal yang lumrah saja. Apalagi, ini soal kekuasaan dan hal-hal yang akan mengikutinya ketika kekuasaan benar-benar ada di genggaman. Setelah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan disusul Partai Hanura, beberapa partai politik akan bersuara. Ahok sudah menyebut beberapa di antaranya.

Mendapati tabiat partai politik seperti ini, posisi sulit kini dihadapi “Teman Ahok” yang dalam mukadimahnya memposisikan partai politik sebagai sandungan yang kaku alias tidak lentur dan tidak liat. Dengan visi mengumpulkan satu juta kartu tanda penduduk (KTP) DKI Jakarta untuk mendukung Ahok secara independen di Pemilihan Gubernur 2017, posisi “Teman Ahok” bisa tergusur partai politik yang semula dilawannya.

Dengan dukungan Nasdem dan Hanura saja, Ahok sudah memiliki 15 suara anggota DPRD DKI Jakarta dari 22 suara yang disyaratkan untuk maju sebagai calon gubernur. Dari syarat minimal 532.000 KTP untuk pengajuan Ahok dan calon wakilnya Heru Budi Hartono, “Teman Ahok” saat ini sudah mengumpulkan 304.947 KTP.

Namun, posisi sulit “Teman Ahok” yang memosisikan partai politik sebagai sandungan bagi Ahok sedikit tertepis. “Teman Ahok” yang mendefinisikan dirinya sebagai perkumpulan relawan yang akan membantu dan “menemani” Ahok mewujudkan Jakarta baru mendapati komitmen mulia partai politik pendukung Ahok.

Nasdem lewat Ketua Umum Surya Paloh menyebut dukungannya kepada Ahok tanpa syarat. Hanura lewat Wiranto menyebut lebih terbuka bahwa tidak dapat uang dari Ahok. Seperti kita ketahui, Nasdem dan Hanura adalah sempalan Partai Golongan Karya (Golkar).

Masih ingat kiprah mereka di Golkar? Anda yang merasakan turun ke jalan saat reformasi 1998 dilantangkan bahkan masih ingat bagaimana lentur dan liatnya Golkar dalam kancah perpolitikan.

Soal kelenturan dan keliatan ini, Ahok belajar dan cerdik mempraktikkan. Ahok pernah menjadi anggota DPR-RI dari Partai Golkar sebelum pindah ke Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan Ketua Umum Prabowo Subianto.

Oya, Gerindra ini juga sempalan Partai Golkar.

Tanpa diberi label, kita paham mereka adalah teman Ahok. "Teman Ahok" yang kini juga bergaul dengan para aktivis 1998 pasti juga paham.


*) Penulis kompasiana mulai tahun 2008 (http://www.kompasiana.com/wisnunugroho)
Teman Ahok dan "Teman Ahok" Reviewed by Redaksi Redaksi 15:29:00 Rating: 5

No comments:

All Rights Reserved by Tebar Suara © 2016 - 2017
Thema Design JOJOThemes

Contact Form

Name

Email *

Message *

Sertakan Sumber untuk Setiap Kutipan. Powered by Blogger.