Masjid Krueng Mane, Masjid Yang Berpemahaman Muhammadiyah Bukan Wahabi

Gambar oleh Jamaah Penyelamatan Masjid Al Izzah Krueng Mane-Aceh Utara
Oleh: Nizam Arif*
Tebar Suara | Aksi perebutan masjid oleh Aswaja kembali terjadi. Kali ini di Masjid Al Izzah Krueng Mane Kabupaten Aceh Utara.
Alasan yang sering dikemukakan adalah ‘untuk mengembalikan masjid yang telah lama dikuasai Wahabi, ke tangan Ahlus sunnah wal jama’ah!’
Inilah PEMUTAR BALIKAN FAKTA!
Dari semenjak dahulu di Aceh telah ada perbedaan pengamalan ibadah (khilafiyah). Secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, NU (atau pesantren/dayah) dan Muhammadiyah. Masing2 memegang dalil dan melaksanakan amalan ibadah sesuai pemahaman sendiri.
Oleh karena itu, dari dulu di masjid-masjid di Aceh tidak seragam tata cara peribadatan. Di tempat yang mayoritas masyarakatnya (atau tokoh2 alim ulamanya) “Muhammadiyah”, maka tata cara beribadah sesuai dengan pemahaman mereka (tidak mengeraskan zikir dan doa setelah shalat fardhu, tidak mengkhususkan qunut terus-menerus dalam shalat Shubuh, tidak mengulang khutbah, khatib tidak memegang tongkat saat berkhutbah, shalat tarawih 8 rakaat, dll). Pelaksanaan tata cara ibadah seperti itu telah sangat lama berlangsung di masjid2 tersebut, ada yang bahkan sejak pendirian masjid. Jauh sebelum isu wahabi berhembus kencang.
Demikian juga di tempat yang mayoritas masyarakatnya (atau tokoh2 alim ulamanya) ‘NU/pesantren/dayah’. Maka tata cara pelaksanaan amal ibadah di masjid-masjidnya juga sesuai dengan pemahaman mereka (Berzikir dan berdoa secara jahar dan berjama’ah setelah shalat fardhu, qunut secara rutin setiap shalat Shubuh, khatib memegang tongkat, mengulang khutbah, shalat tarawih 20 rakaat, dll).
Sampai beberapa tahun yang lalu, sebelum isu wahabi dihembus-hembuskan, tidak ada perselisihan yang berarti antara kedua kelompok ini. Masing-masing dapat beribadah dengan tenang. Dan tidak ada yang mendengar tudingan WAHABI, WAHABI, WAHABI!
Dan kini, fakta ini telah diputar balikkan! Dengan pernyataan ‘akan mengembalikan masjid yang telah lama dikuasai Wahabi, ke tangan Ahlus sunnah wal jama’ah!’
Padahal, sebagai contoh, Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, sudah sejak dahulu melaksanakan tatacara beribadah sebagaimana pemahaman ‘Muhammadiyah’. Namun saat perebutan masjid dikatakan, “sudah lama dikuasai wahabi”. Seakan-akan sebelumnya ‘direbut’ oleh yang berpemahaman “Muhammadiyah”.
Contoh lainnya, Masjid Agung Bireuen. Masjid yang juga dikenal masyarakat yang tua-tua dengan sebutan masjid ‘boh u’ (buah kelapa) karena banyak masyarakat yang menyumbang buah kelapa untuk pembangunan masjid tersebut. Sejak permulaan dibangun, masjid ini menerapkan tata cara peribadatan sebagaimana pemahaman ‘Muhammadiyah’. Dan mayoritas pengurus saat itu adalah orang-orang ‘Muhammadiyah’. Sejak imum syiknya Ust. Daud Hamzah dst, hingga terjadi kudeta oleh pemerintah daerah pada tahun 2007, dimana Bupati pada waktu itu membatalkan secara sepihak SK pengurus masjid, dengan alasan telah menjadi masjid kabupaten (ada embel-embel ‘Agung’nya (Masjid Agung)). Dan kejadiannya berbau politik karena menjelang Pilkada. Khawatir terjadi pertumpahan darah, pengurus masjid waktu itu menyeru jama’ah agar tidak melakukan perlawanan. Akhirnya pergantian pengurus masjid berhasil dilakukan, dan tata cara pelaksanaan ibadah pun diubah sesuai pemahaman ‘NU/Pesantren/Dayah’.
Hal yang sama kini kembali terulang di Krueng Mane, Aceh Utara. Masjid Jami’ Al Izzah yang kali ini jadi sasaran. Pemerintah Kabupaten Aceh Utara secara sepihak membatalkan SK Pengurus Masjid dengan alasan telah menjadi masjid kecamatan (ada embel-embel ‘besar’nya) sehingga namanya menjadi Masjid Besar Al Izzah. Dan tentu saja berbau politik karena menjelang Pilkada lagi. Dan tujuan utama tentu saja merubah tata cara ibadah agar sesuai dengan pemahaman ‘NU/Pesantren/Dayah’. Namun kali ini pengurus dan jama’ah masjid bertahan. Para jama’ah ‘pendatang’pun membuat keributan, yang Alhamdulillah tidak sampai terjadi aksi perkelahian maupun pertumpahan darah. Tetapi tetap masih menyisakan kekhawatiran akan aksi susulan yang mungkin terjadi.
Kini, masjid dengan pemahaman ‘Muhammadiyah’ menjadi semakin langka. Aksi-aksi penyeragaman tata cara ibadah berlangsung dimana-mana. Ada yang melalui pergantian pengurus secara rusuh, dan ada pula dengan cara-cara halus, melalui pemilihan secara demokratis, dimana masyarakat yang tidak pernah shalat, tidak pernah ke masjid untuk shalat berjama’ah, diikut sertakan dalam pemilihan. Diiringi dengan gaya politik praktis, dengan melobi, mempengaruhi, menakut-nakuti, hingga pengurus masjid yang berpaham ‘Muhammadiyah’ tergusur, digantikan dengan pengurus berpaham ‘NU/pesantren/Dayah’. Tentu saja slogan WAHABI yang menjadi senjata utamanya.
Ke depan kita akan terus melihat hal-hal seperti ini di setiap pelosok Negeri Aceh kita tercinta. Hanya kepada Allah SWT kita mohon pertolongannya agar hal-hal semacam ini tidak terjadi lagi. Agar kedamaian kembali muncul seperti dulu lagi. Agar kedua kelompok ini aman dan nyaman beribadah sesuai dengan pemahaman masing-masing terhadap Al-Qur’an dan Hadits Nabi, lalu masing-masing akan melihat balasannya dihadapan Allah SWT pada hari kiamat kelak. Wallaahu a’lam [tebarsuara.com]
Masjid Krueng Mane, Masjid Yang Berpemahaman Muhammadiyah Bukan Wahabi
Reviewed by Redaksi
Redaksi
23:07:00
Rating:
No comments: