Pers Antara Demokrasi dan Politisi
Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Tebar Suara | Pers memang diakui merupakan salah satu
alat demokratisasi yang cukup efektif. Pers menjadi jembatan penghubung
kepentingan politik baik vertikal maupun horizontal. Pers juga menghubungkan antara
rakyat dan penguasa. Ukuran demokrasi juga dilihat dari pers suatu negara,
Sehingga pers menjadi kekuatan keempat (The
fourrth estate) yang tidak bisa diabaikan dalam tantanan sosial politik
suatu negara.
Kampanye politik juga acak kali
dilakukan lewat media, tidak hanya menyampaikan rencana program tetapi
membungkam lawan politik juga bisa dilakukan lewat media. Disilah kepiawan
berkomunikasi menjadi menjadi faktor penentu keberhasilan dalam mengemas dan
menyampaikan aspirasi politik. Dalam istilah dikenal dengan seni komunikasi
politik. Komunikasi politik menjadi nadi kehidupan berbagai kekuatan-kekuatan
politik. Hidup-matinya demokrasi, ditentukan oleh berfungsi-tidaknya komunikasi
politik. Sejak keluar dari kekuasaan otoriter Orde Baru, gairah politik
masyarakat Indonesia tampak berbeda, cenderung euphoria. Fenomena ini tentu saja karena telah terjadi perubahan
peta politik yang melekat pada setiap proses yang dilalui.
Pakar politik Thomas R Dye dan L.Harmon
Zaigler menyatakan “Jimmy Carter was a
media president” hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa Carter terpilih
jadi presiden Amerika dan jatuh dari president karena kekuasaannya merupakan
produk media. Maka kita tidak heran ketika orang tidak terkenal dulunya, lalu
tiba-tiba menjadi presiden. Maka tidak luput dari campur tangan media.
Media massa memiliki kekuatan pengaruh
yang besar dalam ikut mengendalikan arah perubahan masyarakat, khususnya
keranggka politik. Apa yang dilakukan media adalah sesuatu yang menjadi
perilaku politik masyarakat, baik perilaku mendukung atau menentang.
Dari hasil penelitian memperlihatkan
lebih dari 70% kehidupan masayarakat kita dewasa ini digunakan untuk
berinteraksi dengan media seperti, Internet, Televisi, Surat Kabar, Radio,
Majalah, buku, jurnal, iklan, dan lain sebagainya, lapangan penelitian tentang
efek media semakin mengembang luas.
Pada era informasi sekarang ini, baik di
negara-negara maju maupun berkembang, media massa tumbuh pesat. Penemuan dan
perkembangan teknologi komunikasi massa telah mampu memberikan peluang besar
bagi perkembangannya media massa. Karena itu, dunia media kini telah memasuki
hampir setiap sektor kehidupan manusia. Media massa menjadi alat penting dalam
usaha memenuhi hajat hidup manusia. Untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan agama, termasuk untuk kepentingan perang dan damai sekalipun. Apa
yang kita kenal dengan istilah Psy-War
(Perang urat syaraf), kini tidak lagi dilakukan melalui media konvensional,
tetapi berlangsung lewat media massa.
Kasus Reklamsi, penggusuran warga oleh
Ahok, Penistaan Agama dengan Suarat Al Maidah 51 oleh Ahok, Kasus Jesissca, Terorisme
dan lainnya, tersebar dengan cepat keseluruh penjuru dunia lewat media.
Masyarakat dunia seakan-akan ikut terlibat dalam setiap peristiwa itu hanya
karena informasi yang diserapnya lewat media. Hampir setiap Koran/suratkabar
menempatkan berita-berita itu pada headline
dan atau tajuk rencana. Majalah-majalah mengangkat berita itu sebagai laporan
utamanya. Radio, Televisi, dan berbagai media, lainnya menyiarkan berita itu
secara khusus.
Tetapi kadang arus informasi mencuat
semarak karena memang sengaja diciptakan oleh politisi dengan didukung media.
Dan paling tidak media melakukan framing
(membingkai) suatu kejadian dengan goal kan kemauan daripada politisi. Dalam
framing terkadang yang salah dianggap pahlawan dan pahlawan diangap pecundang,
misalnya “Seekor ular dengan beraninya
telah menyelamatkan ikan yang tenggelamnya.” Beginilah permainanan media
dalam membingkai suatu peristiwa dan untuk memenuhi kemauan para politisi.
Dari bagus atau tidak suatu media, namun
dia juga berperan besar dalam mempengaruhi pemikiran masyarakat. Media juga
berperan penting untuk pendidikan dan peradaban masyarakat. James Russel
Winggin, seorang redaktur utama The St.
Paul Pioneer dan terakhir sebagai pimpinan redaksi The Washington Post, pernah menegaskan bahwa peradaban itu tidak
dapat muncul jika tidak ada fasilitas bagi penyebaran berita. Pernyataan ini
tentu bisa dipahmi, paling tidak melalui media tersebut masyarakat dapat
menikmati keterbukaan, kebebasan dan demokratisasi. (tebarsuara.com)
*)Penulis merupakan Alumni Panti Asuhan
Muhammadiyah Lhokseumawe, Pendiri Tebar Suara
Pers Antara Demokrasi dan Politisi
Reviewed by Redaksi
Redaksi
21:56:00
Rating:
No comments: