Top Ad unit 728 × 90


Breaking News

recent

Sampah Politik


Oleh: Adnan
Tebar Suara | Istilah broh politek merupakan sebuah ungkapan yang merepresentasikan atmosfer politik yang tidak sehat. Yakni ketika atmosfer politik hanya diisi oleh sampah-sampah politik. Politik tidak lagi menjadi media untuk menyejahterakan dan memajukan serta memakmurkan rakyat. Tapi, politik hanya menjadi kekuatan hegemoni kelompok untuk mencapai kekuasaaan semata. Pelaku politik masih terjebak pada perilaku destruktif dan amoral dalam menggapai kekuasaan. Baik berupa penyebaran janji “pepesan kosong” kepada masyarakat, maupun sejumlah aktivitas kekerasan politik.

Karena itu, politik saat ini sering tidak lagi murni berjuang untuk menyejahterakan dan memajukan rakyat. Dengan kata lain, politik hanya menjadi agenda “sampah” lima tahunan saja. Sebab, agenda politik lima tahunan sering tidak sedikit pun memberikan efek positif dalam menyejahterakan dan memajukan serta memakmurkan rakyat, baik di bidang ekonomi, sosial budaya, keagamaan, pendidikan, dan politik. Artinya, keberadaan output (hasil) politik lima tahunan seperti tidak ada. Laksana istilah arab, wujuduhu ka adamihi (keberadaannya sama seperti ketidakadaannya).

Akibatnya, output yang dihasilkan dari setiap momentum politik praktis, semisal Pilkada, tidak memberi jaminan untuk perbaikan masa depan rakyat. Artinya, rakyat tidak bisa berharap banyak dari para kontestan yang terpilih untuk mengurangi dan menghilangkan karut-marut persoalan yang mereka hadapi sehari-hari. Sebuah kewajaran, sebab ouput politik yang baik akan diperoleh dari input yang baik pula. Sebaliknya, mustahil input yang buruk akan menghasilkan output politik yang baik. Untuk itu, jika ingin ouput politik memberikan jaminan untuk perbaikan dan pemajuan rakyat, hendaknya perlu perbaikan pada tahap input politik.

Patut dicermati
Setidaknya ada dua broh politek yang patut dicermati dan diperhatikan semua pihak. Pertama, broh politek visual. Ini berupa pemasangan iklan atau reklame visual politik yang mengganggu area publik, sehingga mengganggu keindahan kota dan desa. Keberadaan kota yang sudah serba semrawut tanpa memperhatikan tata pengelolaan kota, ditambah dengan semrawutnya broh politek visual dalam setiap momentum politik praktis. Akibatnya, kesemrawutan kota bukan hanya dari sisi pembangunan saja, tetapi juga dari sisi pemasangan iklan atau reklame politik yang mengganggu kenyamanan dan keindahan kota.

Begitupun di desa-desa yang biasanya sejuk, indah, dan asri, namun setiap momentum politik praktis selalu dikotori dengan pemandangan broh politek visual berupa penempelan spanduk, pamflet, dan alat peraga politik lainnya pada area publik. Sebab itu, perlu dilakukan penertiban terhadap broh politek visual tersebut, agar kota dan desa-desa tetap terjaga kesejukan, keindahan dan keasriannya. Sebab jika tidak ditertibkan, berarti pelaku politik telah menzalimi hak publik. Lebih jauh, terkadang setelah pelaksanaan pesta demokrasi (baca: pilkada) broh politek visual selalu berserakan dan tidak pernah ditertibkan oleh pemilik iklan atau reklame visual yang bersangkutan.

Sebab itu, pelaku politik harus sadar, bahwa sosialisasi calon kontestan dan visi-misi setiap kontestan tidak boleh melanggar nilai-nilai moralitas dan agama, semisal mengambil ruang publik untuk area kampanye. Iklan atau reklame visual berupa spanduk, pamflet, atau alat peraga politik lainnya harus dipasang tepat sasaran dan tidak melanggar dan menzalimi hak publik. Pasanglah iklan atau reklame visual politik pada tempat-tempat maslahat dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Agar media tersebut disamping dapat mencerdaskan masyarakat, juga benar-benar dapat menjaga hak-hak publik. Sehingga iklan atau reklame politik tersebut tidak menjadi sampah politik visual.

Karena itu, broh politek visual merupakan musuh semua pihak. Seluruh komponen baik penyelenggara, para kontestan, maupun pemilih agar mengontrol sampah visual politik di lingkungan sekitar. Agar iklan atau reklame visual politik tidak bertebaran dimana-mana yang merusak keindahan kota dan desa, serta menjarah hak-hak publik. Publik punya hak untuk menjaga ruang publik dari sampah visual politik. Sosialisasi calon kontestan dan visi-misi para kontestan tidak boleh sedikitpun menjarah ruang publik.

Kedua, broh politek verbal. Yakni berupa janji-janji politik yang tidak masuk akal (irrasional). Sebab itu, agar janji-janji politik yang disampaikan kontestan baik secara pribadi maupun tim sukses (timses) dapat mencerdaskan masyarakat, hendaknya program-program politik yang ditawarkan kepada masyarakat sesuatu yang masuk akal publik (rasional). Jangan sampai program-program yang ditawarkan kontestan dan Timses sesuatu yang mustahil diwujudkan alias cet langet. Tidak perlu program-program melangit kalau tidak mampu dibumikan. Lebih baik program-program membumi yang ditawarkan, namun tetap dapat direalisasikan.

Mungkin publik Aceh masih ingat dengan 21 janji kampanye pasangan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf (Zikir) pada Pilkada 2012 lalu. Semisal; Aceh akan dijadikan seperti Brunei Darussalam dan Singapura, tiap bulan masyarakat Aceh akan memperoleh uang Rp 1 juta/kk, akan didatangkan dokter-dokter dari Malaysia ke Aceh agar masyarakat Aceh tidak perlu berobat ke luar negeri, berangkat haji dengan kapal Persiar, dan lain-lain.

Jika menilik lebih jauh, hampir semua program-program (baca: janji-janji) yang ditawarkan tersebut di luar akal sehat publik. Dan, argumen itu terbukti hingga saat ini tidak ada satupun program-program tersebut terwujud sesuai dengan yang dijanjikan dan diharapkan publik. Padahal kepemimpinan Zikir sudah berada di akhir masa jabatan. Semoga janji-janji tidak masuk akal seperti ini tidak terulang kembali pada Pilkada 2017 mendatang.

Pilkada bersih
Menjelang Pilkada Aceh 2017, publik Aceh dapat mengamati bahwa broh politek mulai bertebaran, baik broh visual maupun broh verbal. Alat peraga kampanye pasangan calon dan partai pengusung dan pendukung mulai bertebaran di ruang publik. Publik dengan mudah mendapatkan iklan-iklan politik tersebut di setiap sudut kota dan desa. Sebab itu, perlu dilakukan pembersihan dan penertiban terhadap alat peraga yang mulai menjarah ruang publik tersebut. Selain itu, broh politek verbal juga sudah mulai gentayangan di masyarakat. Bahkan, broh politek verbal sudah mulai disampaikan dengan nada-nada ancaman dan penakutan.

Publik Aceh mulai diancam dan ditakut-takuti jika tidak memilih calon tertentu. Semisal; broh politek verbal yang diungkapkan Samsuardi alias Juragan saat peresmian posko pemenangan Muzakir Manaf-TA Khalid, jika pasangan yang diusung PA itu kalah pada Pilkada 2017, publik Aceh dipersilahkan untuk membuang kotoran di atas kuburannya setelah ia meninggal. Broh politek verbal senada juga diungkapkan oleh Abon Taleb, tokoh eks GAM yang hadir dalam momen tersebut, jika sampai pasangan Mualem-TA Khalid kalah, dipastikan perdamaian Aceh tidak akan selamat (Teuka Kemal Fasya, Serambi, 20/9/2016).

Karena itu, publik Aceh sangat mengharapkan bahwa Pilkada Aceh 2017 menjadi pilkada yang bersih dari broh politek, baik broh visual maupun verbal. Semua kontestan berhak untuk meraih kemenangan dalam Pilkada Aceh 2017. Tapi, semua kontestan dan seluruh partai pendukung serta simpatisan wajib hukumnya mengedepankan cara-cara bersih dalam menggapai kemenangan, semisal tidak memperbanyak broh politek visual dan verbal serta menjarah ruang publik. Dan, pada akhirnya kekuasaan sesungguhnya harus digunakan untuk memakmurkan rakyat, bukan untuk menghancurkan rakyat.

*)Penulis merupakan Dosen Prodi Bimbingan Konseling Islam (BKI) IAIN Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh. dikutip dari Serambi Indonesia.
Sampah Politik Reviewed by Redaksi Redaksi 21:34:00 Rating: 5

No comments:

All Rights Reserved by Tebar Suara © 2016 - 2017
Thema Design JOJOThemes

Contact Form

Name

Email *

Message *

Sertakan Sumber untuk Setiap Kutipan. Powered by Blogger.