Top Ad unit 728 × 90


Breaking News

recent

Pers Syariah


Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Tebar Suara | Sebelumnya saya telah menulis beberpa tulisan tentang pers diantaranya "Pers Dalam Kepentingan", "Mencari Professional Pers", "Tujuan dan Kepentingan Media", "Pers Antara Demokrasi dan Politisi", "Netizen Pers" dan terakhir "Pers Zaman Now" di steemit ini. untuk lebih jelas silahakn lihat di @amriadits
Pada dasarnya sebuah berita adalah sebuah laporan atau pemberitahuan mengenai terjadinya peristiwa yang bersifat umum dan baru saja terjadi yang disampaikan oleh wartawan di media masa. Berita juga memiliki suatu bahan pembicaraan yang mempunyai cakupan yang sangat luas.
Syarat sebuah berita di media masa harus mengandung unsur 5w + 1H. Sehingga berita benar-benar valid dan faktual. Pada dasarnya sebuah berita tidak boleh ada framing, gosip (Ghibah) dan sejenisnya. Namun setiap media memiliki kepentingan dan ideologi. Karena media tanpa ideologi dan kepentingan akan terpinggir.
Dalam Islam tidak ada pelarangan suatu berita dan juga tidak melarang menyebarkan sebuah berita. Tetapi suatu berita haruslah hal yang baik, karena hal ini sejalan dengan perintah hablun min al-nas sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT. Islam memberikan peringatan yang sangat keras terhadap sebuah berita yang belum jelas kebenarannya, terlebih berita itu disebarluaskan secara ringan sebagai bahan pembicaraan. Maka inilah yang berita yang dilarang dalam pandangan Islam.
Pers Syariah biasanya akan dihubungkan dengan jurnalis proferif, yaitu “paham Jurnalistik yang mencatat dan melaporkan berita secara akurat, lengkap, jujur, bertanggung jawab dan memberikan pentujuk dan arahan trasformasi berdasarkan profetif dan cita-cita Islam.
Berita yang akurat harus ada etika kejujuran atau obyektivitas berdasarkan fakta. Berlaku adil atau tidak memihak dalam menulis berita, dan etika kepatutan atau kewajaran. Maka salah besar bila ada yang mengatakan aktivis pers harus menjadi seorang atheis, tapi Islam jauh lebih obyetifitas dibandingkan seorang atheis. Karena Islam memiliki aturan-aturan yang begitu lengkap, tidak ada ruang untuk sebuah kebohongan dan kepalsuan.
Aspek keakuratan berita adalah hal sangat ditegaskan dalam Islam, dimana seorang jurnalis harus Jujur dan amanah dalam menulis sebuah berita. Hal ini tentu sejalan dengan etika dalam komunikasi sosial. Keakuratan berita yang disampaikan dapat dilihat dari sejauh mana berita atau informasi tersebut diteliti dengan cermat dan seksama, sehingga informasi yang disampaikan mencapai ketepatan. Dalam Islam aspek ini berhubungan dengan konsep tabayyun yaitu berhati-hati dalam penyampaian dan menerima berita sampai benar keberadaannya.
Selain itu pers Islam juga dituntut untuk berekpresi dan sebagai bentuk menjalankan praktek jurnalistik di era kebebasan berpendapat, namun tetap harus bertanggung jawab. Selain bertanggung jawab sebagai sebuah karya jurnalistik, yang telah diatur dalam undang-undang pers dan kode etik jurnalistik. Jurnalistik Islam juga harus berpedoman pada prinsip tidak melanggar aturan agama.
Prinsip tersebut harus teraplikasi dalam cara mencari, mengumpulkan, dan menyampaikan informasi. Artinya, seorang penyampai berita bebas memilih apa saja yang akan dikemukakan pada khalayak tetapi tetap berdasarkan pada nilai dan norma sosial.
Dalam Islam, setiap muslim diberi hak untuk bebas malakukan setiap perbuatan tetapi harus sesuai dengan norma dan nilai, (baik nilai dan norma agama maupu sosial) hal ini karenakan setiap perbuatan akan dimintai pertanggung jawaban. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Suarat Al-Zalzalah: 7-8) yang artinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.”
Selain itu pers Islam juga harus bisa berperan aktif dalam kritik konstruktif. Bahkan salah satu pokok etika komunikasi adalah melakukan kritik yang membangun terhadap hal-hal yang berjalan tidak semestinya, baik dilihat dari sudut undang-undang yang berlaku maupun menurut etika dan norma yang ada di tengah masyarakat. Kritik ini dilakukan agar penyimpangan tidak terus berlangsung. Membiarkan penyimpangan sama artinya dengan membiarkan penderitaan.
Hal ini tentu sangat sesuai dengan perihal amr ma’ruf nahimunkar, dimana dalam hal ini orang yang beriman, yaitu apabila mereka mampu menyeru kepada orang lain untuk berbuat baik dan mampu mencegah orang lain dari perbuatan munkar.
Dalam Workshop “Penyusunan Standar Literasi Media Islam Online” yang diselenggarakan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Bimas Islam Kemenag) bekerjasama dengan Komisi Informasi dan Komunikasi (infokom) Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Hotel Lumire, Senen Jakarta Pusat ditutup Jumat (21/4/2017) malam. Workshop berhasil menyusun 7 poin standar literasi medi Islam online. Berikut saya lampirkan dengan lengkap:
STANDAR LITERASI MEDIA ISLAM ONLINE
1. Prinsip produksi berita online
Verifikasi (tabayun) akurasi informasi dan cermat memeriksa kredibilitas nara sumber (mengadopsi pakem ilmu jarhu wa ta’dil) Memastikan dipatuhinya kode etik jurnalistik dalam pencarian bahan berita dan penulisan.
Kaedah “ambil yang jernih, buang yang keruh” jadi pegangan dalam memilah informasi di tengah air bah informasi di era media baru ini. Memperbayak komparasi berbagai sumber informasi kredibel, untuk mendapatkan informasi mendalam dan utuh. Mencantumkan sumber berita berbentuk Link.
2. Etika distribusi berita
Dipastikan, informasi yang akan disebar membawa manfaat dan tidak memicu fitnah. Tidak semua informasi yang diterima langsung disebar (kafa bil mar’i kadziban an yuhadditsa bi kulli ma sami’a, seseorang cukup indikasi dinyatakan sebagai pendusta, bila mengabarkan semua yang ia dengar).
Pakem, “kalau tak bisa bicara baik, hendaknya diam” (fal yaqul khoir aw li yashmuth), jadi pegangan sebelum menebar informasi, di era yang sangat gampang sharing kabar). Kaedah “membuang dharar’ dan prinsip preventif (dar’ul mafasid muqoddam ‘ala jalbil mashalih) perlu dicermati sebelum menebar berita. Memelihara ukhuwah, dengan tidak tampil provokatif dan merendahkan, dan menghina, karena yang dihina bisa jadi lebih mulia di mata Allah (la yaskhor qoumun min qoumin, ‘asa an yakuna khoir).
3. Jaminan akurasi dan komitmen anti hoax
Media Islam harus menjadi ‘mau’didhah hasanah (role model) dalam menjamin kejujuran informasi, di tengah sebuan informasi dusta, hoax dan manipulatif.
4. Spirit amar maruf nahi munkar
Prinsip kontrol sosial dalam jurnalisme harus bersemangat menyeru kebajikan dan mencegah kemungkaran.
5. Asas hikmah dalam dakwah
Mengedepankan sikap bijak, penuh hikmah, keletadanan yang baik dan kalaupaun harus berpolemik, dilakukan dengan cara yang lebih baik. Media baru yang berciri interaktif dan spontan rawan memancing gesekan bila ditidak disertai asas hikmah dalam menyerukan kebajikan. Prasangka dan i’tikad buruk dihindari. Jalan ini relevan di tengah menguatnya Islamo-phobia.
6. Prinsip dalam interaksi digital
7. Prinsip kemerdekaan pers
Kemerdekaan pers diekspresikan secara bertanggung jawab dengan memegangi akhlak dan prinsip “manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia”. Kemerdekaan pers dikelola dengan usaha yang halal dan thoyyib.
[]
*) Penulis merupakan Sekjen ISNA Group dan Owner Portal Tebar Suara Mediana (www.tebarsuara.com)
Pers Syariah Reviewed by Redaksi Redaksi 22:29:00 Rating: 5

No comments:

All Rights Reserved by Tebar Suara © 2016 - 2017
Thema Design JOJOThemes

Contact Form

Name

Email *

Message *

Sertakan Sumber untuk Setiap Kutipan. Powered by Blogger.