Top Ad unit 728 × 90


Breaking News

recent

Kinerja Pemerintah dan Predikat WTP

Related image
Gedung BPK RI Perwakilan Aceh.

Oleh: Teuku Rahmad Danil Cotseurani*
Tebar Suara | Pemerintah Aceh dan beberapa kabupaten/kota sedang bereuforia setelah sukses mendapat penghargaan tata kelola keuangan yang baik dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Bagi pemerintah Aceh meraih predikat dan supremasi tertinggi dari BPK RI itu merupakan yang pertama kalinya. Demikian pula bagi sejumlah pemerintah kabupaten, seperti Pidie Jaya beberapa bulan yang lalu, Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Selatan, Aceh Jaya dan beberapa daerah lainnya untuk laporan keuangan 2015 lalu.

Sukses meraih gelar WTP yang oleh pemerintah Aceh dan beberapa kabupaten/kota dipublikasi besar-besaran di media lokal di Aceh dan beberapa ucapan selamat dan berbagai instansi pemerintah. Tentu ini bukan berita biasa yang didapatkan wartawan, tetapi merupakan iklan layanan masyarakat dari instansi pemerintah yang mendapat gelar tersebut. Informasi meraih WTP itu dimuat dalam bentuk adventorial atau berita berbayar. Hal ini wajar supaya masyarakat mengetahui informasi tersebut atas capaian pemimpin dan daerah masing-masing.

Pemberian opini merupakan bentuk apresiasi dari BPK atas hasil pemeriksaan laporan keuangan, di samping pemberian rekomendasi lainnya. Laporan keuangan yang disusun oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah merupakan media akuntabilitas keuangan yang disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Permasalahan yang menghambat belum diperolehnya opini WTP beragam. Khusus terhadap LKPD, masih terkait dengan pengelolaan kas, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen, serta secara mayoritas disebabkan karena pengelolaan aset tetap yang belum akuntabel. Selanjutnya permasalahan aset tetap pemerintah daerah pada umumnya terkait adanya barang milik daerah (BMD) tidak dicatat, BMD yang tidak ada justru masih dicatat, BMD dicatat tapi tidak didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah.

Ke depan diprediksi bakal terjadi euforia untuk memperoleh opini WTP dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menjadi isu yang santer di kalangan Bupati, Walikota, Gubernur, dan Menteri bahkan sampai Presiden. Ini semua terkait dengan target pemerintah, bahwa pemerintah daerah target meraih opini WTP harus mencapai 60%. Namun benarkah dengan opini WTP dari BPK RI, praktik korupsi dan KKN lainnya sudah tidak ada lagi di setiap instansi pemerintahan?
Hasil pemeriksaan BPK seharusnya bisa memberikan rekomendasi yang mengarah pada perbaikan sistem dan bukan hanya mengungkap “keberhasilan”, karena menemukan kerugian negara triliunan rupiah. Kesalahan yang fundamental bisa diatasi dengan perbaikan sistem. Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama untuk mencegah praktik perburuan opini dengan menghalalkan segala cara. Apa jadinya kalau pemberian opini WTP itu hanya akan menjadi komoditas untuk meningkatkan gengsi para pejabat publik dalam menjalankan amanat rakyat, namun praktik korupsi masih merajalela?

Transparansi dan akuntabilitas

Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemda wajib menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, berupa laporan keuangan yang setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan yang disusun sesuai dengan SAP (Tim Penyusun Modul Program Percepatan Akuntabilitas Pemerintah, 2010:1). Akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan saat ini telah menjadi satu indikator kinerja pemda. Opini WTP menjadi tujuan dalam pengelolaan keuangan publik sebagai tuntutan reformasi birokrasi.

Opini WTP menjadi satu indikator yang mencerminkan keberhasilan reformasi birokrasi pada Pemerintah Daerah bersangkutan. Akuntabilitas dan transparansi menjadi budaya tanggung jawab penggunaan anggaran negara perlu terus dikembangkan sebagai bentuk pertanggungjawaban publik kepada masyarakat luas. Laporan keuangan yang dibuat oleh pemerintah pusat-daerah merupakan gambaran akuntabilitas penggunaan dana yang berasal dari anggaran negara, dengan semakin baik dan bertanggung jawab dalam penggunaannya, maka BPK akan memberikan opini WTP terhadap laporan keuangan yang diperiksa (Firmanzah, 2012).

Opini audit BPK berupa WTP atas Laporan Keuangan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sudah menjadi obsesi seluruh pimpinan kementerian/lembaga/daerah. Bahkan, untuk mendapatkan opini tersebut, beberapa kepala daerah rela mengeluarkan uang suap kepada tim BPK. Ini, misalnya, dibuktikan dengan terungkapnya kasus dua orang auditor BPK perwakilan Jawa Barat yang divonis masing-masing empat tahun penjara karena menerima suap ratusan juta dari pejabat Pemko Bekasi. Uang suap itu diberikan agar Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi meraih opini audit WTP.

Hal inilah yang bertolak belakang dengan tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. Menurut Suaedy (2011) pemberian opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan adalah sebuah apresiasi dari BPK RI terhadap instansi pemerintah yang telah melakukan pengelolaan keuangan dengan baik. Jadi seharusnya mengejar WTP bukan semata untuk tujuan jangka pendek, namun lebih sebagai upaya untuk membudayakan rasa tanggung jawab dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
Pemeriksaan keuangan bukanlah ditujukan untuk menemukan kecurangan atau korupsi pada Kementerian tersebut. Karena pemeriksaan keuangan hanya ditujukan untuk memastikan apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP.

Mantan Ketua BPK, Hadi Purnomo (2012) mengatakan bahwa laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan termuat dalam tiga buku, yaitu buku laporan yang memuat opini atas laporan keuangan, buku laporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan buku laporan kepatuhan atas sistem pengendalian internal (SPI). “Ketiganya harus dibaca keseluruhan dan bersama-sama. Tidak bisa hanya membaca laporan yang memuat opini, sementara mungkin dalam laporan yang lain ada permasalahan, termasuk adanya temuan berindikasi korupsi,” katanya.

Menurut Hadi Poernomo, opini WTP tidak menjamin bahwa suatu entitas tidak ada korupsi. Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Dengan pemahaman yang tepat atas berbagai jenis pemeriksaan keuangan dan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK, maka penyusunan LKPD akan menjadi lebih bersih dari hal-hal yang bersifat memanipulasi LKPD tersebut dan tidak menjadikan opini WTP sebagai suatu yang sakral, yang bisa mengaburkan hal-hal yang lebih material.

Sejarah baru

Opini WTP yang diberikan BPK kepada pemerintahan Zaini Abdullah merupakan bukti wujud pemerintah bersih dalam hal pengelolaan keuangan Aceh. Pemerintah Zaini Abdullah dinilai oleh KPK telah melakukan berbagai upaya perbaikan sehingga layak memperolah opini WTP. Berbagai perbaikan berupa penyajian keseluruhan persediaan habis pakai yang dilengkapi dokumen serah terima kepemilikan kepada masyarakat di kabupaten/kota, serta penyajian nilai investasi nonpermanent sesuai metode rate presionable value.

Pemerintah Aceh juga telah menyajikan nilai investasi permanen dengan metode ekuitas, serta melakukan inventarisasi aset tetap dan berhasil menyusun qanun dana cadangan. Pemerintah Aceh juga telah menindaklanjuti rekomendasi BPK terkait utang pajak 2009 dan 2010. BPK menilai, pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Zaini telah sesuai dengan SAP, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan, perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian internal. Ini merupakan sejarah baru dalam penyelenggaraan administrasi keuangan pemerintahan Aceh, yang sebelumnya tidak pernah meraih predikat WTP.

Gubernur meyakini, prestasi yang diberikan secara profesional oleh BPK bisa menjadi pemicu semangat kerja SKPA untuk bekerja lebih baik, jujur dan transparan dalam rangka mewujudkan sistim pemerintahan Aceh yang baik dengan menerapkan prinsip clean government dan good government. Opini BPK juga menjadi sebagai gambaran peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan akuntabel.

Seyogianya raihan opini tersebut bukan hanya sekadar prestasi sesaat, apalagi untuk kepentingan politik dalam rangka Pilkada 2017. Masih banyak persoalan kemasyarakatan dan kemaslahan masyarakat yang perlu segera dibenahi dan dilayani dinas-dinas yang ada di dalam suatu pemerintahan daerah untuk kepentingan rakyat dan negara. Nyan ban. Semoga! (Tebarsuara.com)

*) Penulis merupakan auditor yang tinggal di Kompleks Perumahan PT. AAF (ASEAN) Aceh Utara. Email: danilcotseurani@yahoo.co.id. Artikel ini telah di muat di harian serambi Indonesia.
Kinerja Pemerintah dan Predikat WTP Reviewed by Redaksi Redaksi 14:55:00 Rating: 5

No comments:

All Rights Reserved by Tebar Suara © 2016 - 2017
Thema Design JOJOThemes

Contact Form

Name

Email *

Message *

Sertakan Sumber untuk Setiap Kutipan. Powered by Blogger.