Pondok Anak Jalanan di Sarang Seniman
Suharyanta alias Pakde Jojon (Foto, Nurbowo 04/08/16)
Tebar Suara | Tiap sore, lebih seratus santri meluberi musholla mungil di Dusun Nglarang, Desa Triharjo, Kec Pandak, Kab Bantul, Yogyakarta. Selain lanskap yang asri, hal yang juga menarik adalah nama musholla itu, yakni ‘’Wahyu’’.
Ya, nama musholla yang unik, karena pemilik areal tersebut memang seorang seniman. Dialah Suharyanta, yang lebih populer dipanggil Pakde Jojon.
Bagi warga Bantul, nama Pakde Jojon tak asing lagi. Pria kelahiran Dusun Nglarang tahun 1968 ini dikenal sebagai seniman serba-bisa. Selain piawai memainkan berbagai macam alat musik, modern maupun tradisional, putra bungsu dari pasangan (alm) Harsoyo dan Asmi ini juga pandai mendalang wayang golek.
Lewat pementasan di berbagai undangan di Bantul, Suharyanta mempopulerkan tokoh utama wayang golek bernama Pakde Jojon dan Paiman. Dari sinilah, suami Siti Rochanah ini lantas populer sebagai Pakde Jojon.
Ketenaran Pakde Jojon mengundang perhatian stasiun radio lokal, Radio Persatuan Bantul. Pada 1989, Suharyanta mulai mengisi acara jingle di radio itu. Acara berdurasi 2-3 menit ini berisi "guyonan" tokoh wayang golek Pakde Jojon dan Paiman.
Siaran Pakde Jojon-Paiman ternyata meningkatkan rating radio. Jumlah pendengarnya semakin banyak. Efeknya, Pakde Jojon mulai sering mendapat kontrak iklan. Ia juga beberapa kali tampil di stasiun TVRI Yogyakarta.
Saat ditemui di rumahnya Selasa, 2 Agustus lalu, Suharyanta sedang bersiap untuk shooting di studio TVRI Yogyakarta untuk sebuah acara live show bersama rekan-rekan grup keseniannya. Saat itu ia juga kedatangan tamu bernama Rachardi Djalilou, seorang mahasiswa muslim dari Prancis.
Populer sebagai selebritas Bantul, Pakde Jojon pun berkiprah di beberapa grup kesenian seperti PAMOR (Persatuan Artis Humor) Yogyakarta dan Komunitas Seniman dan Pedagang Barang Antik Yogyakarta.
Suharyanta mengakui, kiprahnay di dunia seni tak lepas dari pengaruh kakaknya, almarhum Sudaryanto. Sang kakak telah mengorbit lebih dulu di wilayah Yogyakarta, bersama artis-artis humor kelas nasional seperti Yati Pesek dan Ngabdul.
"Bagi saya, Mas Sudaryanto merupakan inspirator," ucap Suharyanta dengan raut muka sendu mengenang kepergian kakaknya.
Ia menambahkan, sebenarnya ingin sekali hijrah ke Jakarta untuk menembus orbit nasional. Namun, kematian kakaknya melemahkan niat itu.
Sebaliknya, Suharyanta malah mendapat inspirasi untuk lebih banyak mengumpulkan bekal ke akhirat.
Mula-mula dia wakafkan sebagian dari tanah keluarga seluas 500 meter persegi di pinggir jalan masuk Dusun. Lalu di tanah wakaf seluas 120 m2 itu dibangun musholla kecil yang dikelilingi taman asri. Namanya Musholla ‘’Wahyu’’.
‘’Orangtua saya membangun musholla, karena kebetulan di Dusun Nglarang ini belum ada,’’ katanya.
Mushalla Wahyu (Foto, Nurbowo 04/08/16)
Namun, pada Mei 2006, ‘’Wahyu’’ roboh akibat gempa besar yang melanda Bantul dan Yogyakarta.
Setelah gempa, Suharyanta berupaya membangun kembali Musholla Wahyu dengan mengajak saweran teman-teman anggota paguyuban seni. Alhamdulillah, walau lebih sederhana, rampung.
Tak berhenti di situ, ia juga memanfaatkan ketenarannya untuk menghimpun dana pembangunan pondok anak yatim. Pada 2010, sebuah pondok yatim sederhana terbangun di pekarangan sebelah bangunan rumahnya.
Pondok dengan 6 kamar yang dinamai Daarul Aitam Baitussalam itu menampung 5 anak yatim jalanan. ‘’Daripada mereka nggelandang di jalan ora karu-karuan, saya tampung di pondok biar belajar agama dan kehidupan yang bener,’’ tutur Pakde Jojon.
Santri Daarul Aitam Baitussalam (Foto, Nurbowo 04/08/16)
Para santri pondok berasal dari Kulonprogo, Wonosari, Magelang, bahkan juga Ngawi Jawa Timur.
Selain mengaji, mereka juga disekolahkan di sekolah umum terdekat. "Ada yang masih SD, ada yang SMP, dan SMA," terang Suharyanta.
Di pondok, mereka dibina Ustadz Eko dari Kulonprogo. Ustadz muda ini juga mengajar ngaji sekitar 150 santri TPA yang kebanyakan anak-anak warga sekitar. Dalam hal ini Ustadz Eko dibantu Ustadz Solihin dan Qomari.
Untuk melengkapi ketrampilan santri, Pakde Jojon mengajarkan berdakwah lewat seni. Misalnya, memasukkan pesan-pesan Wali Songo dalam pementasan wayang golek. Ia juga mengajak anak-anak pentas agar mendapat uang jajan dari hasil keringat sendiri.
‘’Setelah ini, kelak saya ingin membangun pondok pesantren beneran,’’ Alumnus SMAN I Bantul angkatan 1987 ini mengungkapkan mimpinya. ‘’Saya yakin Allah akan membuka hati para dermawan untuk mewujudkan impian saya ini," harapnya. (Hary Nirbaya/Nurbowo/tebarsuara.com)
Pondok Anak Jalanan di Sarang Seniman
Reviewed by Redaksi
Redaksi
15:55:00
Rating:

No comments: