Negara Islam Gambia Tutup Kedutaan AS

Tebar Suara | Kedutaan besar teroris Amerika Serikat (AS) di Banjul, Gambia telah ditutup kecuali untuk layanan penting sejak Kamis (9/6), setelah otoritas Gambia mencabut penjagaan polisinya.

Masih belum jelas mengapa Pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Yahya Jammeh yang pernah mendeklarasikan Gambia sebagai negara Islam mengambil langkah tersebut, namun Washington pernah mengkritik rekam jejak mereka dalam masalah “HAM” (versi liberal).

“Kami akan terus mengawasi dan mengkaji situasinya seiring dengan perkembangan,” kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri di Washington sebagaimana dilansir Kiblat dari AFP.

“Kedutaan besar AS mengirimkan sebuah pesan keamanan kepada warga untuk memberi tahu mereka mengenai penutupan kedutaan itu,” tambah pejabat itu.

Seorang reporter AFP di Banjul yang mengunjungi misi AS tersebut membenarkan bahwa petugas Unit Intervensi Polisi yang biasanya dikerahkan di sana tidak hadir.

Masalah itu terjadi di tengah kontroversi atas penangkapan dan penuntutan oleh Gambia terhadap seorang warga AS yang ditahan saat sedang mengunjungi kerabatnya di sana.

Fanta Darbore Jawara (45 tahun), warga negara AS naturalisasi dari Frederick, Maryland, ditahan pada 16 April setelah melakukan aksi protes oposisi.

Keluarganya mengatakan kepada media AS bahwa dia tidak terlibat dalam protes dan hanya menunggu taksi ketika ia ditangkap dan dipukuli oleh polisi.

Tapi Presiden partai oposisi Gambia UDP mengatakan bahwa Jawara ditahan di rumah seorang pengacara HAM Ousainou Darboe.

“Rumah Darboe tidak jauh dari Kedubes AS,” kata Presiden UDP Dembo Bojang.

Pejabat teroris AS mengatakan bahwa mereka mengetahui jika Jawara memiliki hubungan keluarga dengan oposisi Gambia, tetapi belum berkomentar secara rinci tentang kasus ini.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri tidak mau berspekulasi tentang apakah penarikan polisi di Kedubes AS berhubungan dengan kontroversi penangkapan Jawara.

Presiden Gambia Yahya Jammeh pernah menjadi sorotan usai mengumumkan perubahan negaranya menjadi “Republik Islam”, setelah sebelumnya menganut sistem Republik yang ditinggalkan oleh rezim kolonial.

Cacatan sipil yang dikeluarkan pihak berwenang Gambia menyatakan bahwa umat Islam mendominasi 95% penduduk Gambia, dari total keseluruhan penduduk mencapai angka 1,8 juta jiwa.

Yahya Jammeh sendiri telah memerintah selama 21 tahun di negeri itu, setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1965 yang lalu. (ALN) [tebarsuara.com]